Langkah Konkret Kemenkes dalam Mencegah dan Menangani Perundungan Peserta Didik di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
Penulis: Ade Sobara
![]() |
Sumber Gambar : Element Canva |
KancahOnlineNews - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini mengeluarkan langkah tegas untuk mengatasi masalah perundungan dalam program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Dalam upaya mencegah perundungan dan menjaga transparansi serta pengawasan terhadap peserta PPDS, Kemenkes merilis surat edaran yang mengatur bahwa setiap grup komunikasi resmi, seperti grup WhatsApp dan Telegram, harus didaftarkan secara resmi di rumah sakit yang bersangkutan. Inisiatif ini diharapkan dapat mencegah terjadinya perundungan terhadap peserta didik PPDS.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Azhar Jaya, menekankan bahwa surat ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Menteri Kesehatan terkait perlindungan peserta didik di RS pendidikan dalam naungan Kemenkes.
Dalam surat tersebut, terdapat empat poin penting yang harus dipatuhi oleh institusi dan peserta PPDS.
Salah satu poin utama menyatakan bahwa, “Grup jaringan komunikasi tersebut harus terdaftar di RS dan di dalam grup tersebut harus ada ketua departemen sebagai perwakilan dari RS serta ketua program studi sebagai perwakilan fakultas kedokteran guna pemantauan,” sesuai kutipan dari surat edaran pada 29 Oktober 2024.
Kehadiran perwakilan ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan pemantauan di dalam grup, demi mengurangi risiko perundungan.
Selain itu, pihak Kemenkes menekankan bahwa grup komunikasi yang tidak terdaftar akan dikenakan sanksi.
Dalam hal ini, peserta didik yang paling senior di grup tersebut akan diberikan tanggung jawab untuk memastikan jaringan komunikasi resmi.
“Bila ditemukan adanya jaringan komunikasi yang tidak resmi dan tidak terdaftar, maka akan diberikan sanksi kepada peserta didik paling senior yang ada di jaringan komunikasi tersebut,” tertulis dalam surat tersebut.
Pengawasan Ketat dan Sanksi bagi Pelaku Perundungan
Jika perundungan ditemukan terjadi di grup komunikasi resmi, maka tindakan tegas juga akan diambil kepada ketua departemen, kepala program studi, dan pelaku perundungan itu sendiri.
Hal ini menunjukkan komitmen Kemenkes untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman bagi para peserta PPDS, bebas dari praktik perundungan.
Sebagai bagian dari pemantauan ini, Direktur Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Rumah Sakit Kementerian Kesehatan diwajibkan untuk mendata seluruh grup komunikasi dalam waktu satu minggu setelah surat diterima.
Langkah pendataan ini memungkinkan terciptanya sistem pengawasan yang lebih terstruktur dan akurat.
Inspektur Jenderal Kemenkes, Murti Utami, menyatakan bahwa Kemenkes juga melakukan sejumlah langkah lain untuk menekan perundungan dalam lingkungan PPDS, termasuk melakukan revisi instruksi menteri dan meminta manajemen RS serta fakultas kedokteran untuk lebih proaktif dalam melindungi peserta didik.
Murti menyebutkan bahwa sistem pendidikan di RS selama ini belum sepenuhnya mengakomodasi kebutuhan akan transparansi dan pengawasan yang baik.
Menurut Murti, “Membuat rencana aksi salah satu langkah konkret paling utama,” sebagai solusi yang dipandang paling tepat guna menangani permasalahan ini.
Langkah-langkah konkret dan pengawasan ketat yang dicanangkan Kemenkes ini diharapkan dapat menjadi model bagi institusi pendidikan kesehatan lainnya dalam mencegah perundungan.
---
Sumber : Tempo.co
Posting Komentar